Kerja keras adalah energi kita merupakan tema yang dibuat oleh PT Pertamina dalam memperingati HUT 52. Sejauh ini apa yang telah di perbuat dan akan di perbuat oleh PT Pertamina yang mempunyai peranan penting dalam menyediakan kebutuhan minyak gas dan turunannya. Dan kerja keras adalah energi kita yang seperti apa yang akan di lakukan oleh PT Pertamina dalam 30 sampai 50 tahun ke depan, mengingat sekarang Sumber Daya Alam yang tidak dapat di perbaharui ini semakin langka.
Pemerintah dengan berencana menambahkan kilang baru untuk membantu produksi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, itu memang benar membantu. Tapi pertanyaan yang akan keluar dari pikiran kita masing-masing selaku warga negara indonesia yang peduli terhadap negaranya, berapa lama usaha itu akan berjalan dan seandainya permintaan terus meningkat karena pemakaian kendaraan serta jumlah penduduk terus bertambah, apakah akan dibangun kilang-kilang minyak baru yang kira-kira menghabiskan trilyunan rupiah. Berapa banyak kilang yang akan dibangun terus untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri. Dalam artikel saya sebelumnya pernah saya menulis tentang kesempurnaan vs keunggulan, di situ dijelaskan untuk menjadi sempurna dibutuhkan puluhan tahun atau mungkin seratus tahun, bisa saja di percepat dengan berhutang, Tidak pernah punya suatu solusi yang tepat, padahal kita tahu bahwa BBM itu bisa di buat langsung melalui tanaman atau secara tidak langsung dari limbah industri komersial, domestik atau pertanian. Ada tiga cara untuk pembuatan biofuel: pembakaran limbah organik kering (seperti buangan rumah tangga, limbah industri dan pertanian); fermentasi limbah basah (seperti kotoran hewan) tanpa oksigen untuk menghasilkan biogas (mengandung hingga 60 persen metana), atau fermentasi tebu atau jagung untuk menghasilkan alkohol dan ester; dan energy dari hutan (menghasilkan kayu dari tanaman yang cepat tumbuh sebagai bahan bakar)
Seharusnya pengembangan mengenai BBN lebih dioptimalkan dengan subsidi dari pemerintah karena kita tahu disamping bisa diperbaharui juga ramah lingkungan serta lebih bersahabat dengan rakyat kecil seperti petani,. Daripada terus membangun kilang baru yang menghabiskan trilyunan rupiah, kenapa tidak di salurkan buat pengoptimalan bio energy. Dengan begitu maka Pertamina memang telah membuktikan bahwa "Kerja keras adalah Energi kita", menyimpan energy yang tidak bisa diperbaharui dengan mengoptimalkan energy yang bisa diperbaharui. Dan selanjutnya masyarakat memberikan masukan baru mengenai slogan "Kerja Keras adalah Energi kita" menjadi "Kerja Cerdas adalah Energi kita"
keep work
biologi dalam hal ini bahan bakar nabati mampu mengambil peran dalam mengatasi kelangkaan energi minyak dan batu bara di masa yang akan datang,,, ini baru yang di namakan modifikasi cerdas sekaligus menyelamatkan masa depan,, benar sekali yang di uraikan saudara Bagaz.
menciptakan energi alternatif baru yg aman, tdk menimbulkan pecemaran lingkungan, dan tersedia secara lestari/melimpah. Yaitu melalui bioteknologi. Peran bioteknologi penghasil energi yg telah dikembangkan saat ini antara lain:
* Biogas => gas metana yg diproduksi oleh mikroorganisme dlm kotoran ternak, menghasilkan energi mirip gas elpiji utk memasak, lampu, dan memanaskan air.
* Etanol => yg diproduksi menggunakan bahan baku karbohidrat(singkong, tebu) dan difermentasikan oleh sel2 ragi. Digunakan sebagai bahan bakar mobil yg bebas polusi.
cara alternatif ini selain menggantikan bahan bakar minyak dan batu bara dan sebagai ilmu untuk menanggulangi kerusakan akibat penambangan dari hasil pencarian minyak bumi dan batu bara itu sendiri,,
"Seharusnya pengembangan mengenai BBN lebih dioptimalkan dengan subsidi dari pemerintah karena kita tahu disamping bisa diperbaharui juga ramah lingkungan serta lebih bersahabat dengan rakyat kecil seperti petani,."
nah,,, uraian tersebut yang menjadikan saya tertarik dari tema tulisan saudara Bagaz kali ini,,,
Saya pikir pemerintah kita ini lupa bahwa kita punya sumber energi alternatif lain yang melimpah dan bisa diperbarui (renewable resources). Sinar matahari melimpah sepanjang tahun, angin bertiup sepanjang hari, gelombang laut bergerak dengan tingkat yang relatif konstan, sumber bioenergi pun melimpah. Karena terlena itu pulalah kita menjadikan minyak sebagai satu-satunya tumpuan hidup. Setiap orang warga negara Indonesia seolah-olah akan tidak bisa hidup tanpa BBM. Maka BBM pun menjadi barang mutlak, tidak ada barang substitusi untuk BBM. Akhirnya, BBM harus mutlak ada dan harganya harus "mutlak" murah walau harus di bawah ongkos produksi.
Setiap upaya merasionalkan harga BBM, akan selalu dipandang sebagai sebuah kebijakan yang memusuhi rakyat. Krisis apa pun yang terjadi, jangan coba-coba mengutak-atik BBM. Karena itu, sungguh sangat ironi, ketika kita dilanda krisis hebat 1997, semua orang kehilangan penghasilan riil, namun konsumsi minyak kita tumbuh 6%. Padahal, konsumsi barang lain menurun drastis. Karena itu, BBM tidak hanya merupakan komoditas ekonomi biasa, tetapi sudah menjadi komoditas politik. Minyak memang licin, karena setiap rezim yang tidak hati-hati mengelola kebijakan harga minyak, bisa tergelincir dan popularitasnya jatuh di mata rakyat.
Sekarang kondisi windfall profit sudah berubah. Krisis ekonomi 1997 menyebabkan kita menjadi importir minyak karena investasi di dunia perminyakan stagnan karena kita tidak punya uang. Mengundang investor asing juga sulit karena kepercayaan dunia internasional belum pulih. Tetapi, jumlah kendaraan bermotor meningkat, kebutuhan energi pun meningkat. Bahkan tingkat konsumsi BBM per tahun naik rata-rata 10% per monotoon mengikuti perkembangan dunia yg mengiringi konservasi kehidupan ini. hmm,,,,
:)
perasaan pertamina CPOnya cuma 1%..ketingglan sama brazil dah 25 %..Amerika malah 85%